Ternyata memang doktrin itu layaknya vonis mati. Itu
salah satu status yang kubuat di facebook karena mengingat masa lalu. Seperti
kata mahfudzot kelas empat. Sekali kita mendoktrin seseorang dengan buruk atau
baik, selamanya doktrin itu akan melekat pada diri. Sayangnya vonis mati saja
bisa diubah dengan sedikit ‘pelicin’, tapi kalau doktrin buruk? Mau pakai
‘pelicin’ sebanyak apapun akan sulit, malah bahkan tak pernah hilang dari
penilaian orang. Gajah mati meninggalkan gading, macan mati meninggalkan loreng,
dan manusia.... hidup dan mati masih meninggalkan sebuah penilaian. Entah itu
baik ataupun buruk.
Bila seseorang telah dipandang tidak baik, ingin
berubah pun akan sulit. Entah dari segi niat orang tak percaya, perkataan orang
tak mau tahu, dan perkataan orang tak mau lihat. Masa juga tak dapat mengubah
pandangan itu. Hingga tak jarang si korban ‘vonis’ itu tak mau tahu lagi dengan
omongan orang, bahkan tak ada semangat untuk berubah. Bila sudah ‘terlanjur’
begitu, maka harus bagaimana? Tetapkah dengan kondisi yang buruk itu?
Mengutip perkataan seorang dosen, WELL BEGIN HALF
DONE. Yang berarti permulaan yang baik saja sudah termasuk setengah pekerjaan.
Kalau begitu, bila diakhiri hingga baik pula bisa saja pekerjaan itu dapat
mencapai hasil yang kita inginkan. Mau
coba?
Ustadz Jefri Al-Bukhari dan Opick saja sebelum lebih
mendalami islam dan menjadi ‘sesuatu’ bagi umat di Indonesia saja berawal dari
musik rock bahkan mantan narapidana. Dengan blacklist yang seperti itu, toh
mereka mampu juga untuk tetap berubah dan baik.