Aku belum pernah
mencoba untuk sholat istikhoroh. Takut tepatnya. Mengapa? Karena kau takut akan
mimpi yang ditunjukkan. Apa itu benar yang aku inginkan? Seperti itu berarti
seseorang tentu sudah memilki tujuan, namun belum yakin. Kemudian saat pilihan itu
tak berarah, apa daya lagi kita sebagai manusia? Selain hanya berserah diri
pada Allah.
Entah bagaimana
muasalnya. Entah pula mimpi itu hanya sebagai kembang tidur atau apalah.
Selepas bangun dari mimpi tersebut, aku memiliki keyakinan.
Setelah jelajah
lewat internet. Cari tugas, chatting bersama teman yang hanya dipisahkan
jembatan dan Mama, cari berita ini-itu. Aku lelah. Tidur hampir kelewat siang.
Mimpi itu....
Aku masih ada di
Gontor. Sebagai guru tahun pertama. Suasana pondok aneh bin mencekam. Semua
kekuasaan Gontor pun beserta pergedungannya diambil alih oleh orang Cina.
Beberapa gedung sudah dihancurkan. Otomatis semua murid dan guru harus hengkang
dari pondok. Sudah ada miniatur banguna
yang siap dibangun. Guru senior diberi tugas untuk memberikan pemahaman
kepada murid-murid yang terliohat bingung akan apa yang sedang terjadi. Entah
santri ataupun guru yang masih berada di dalam pondok, masih bertahan secara
sembunyi. Semua orang sedih melihat hal ini. Dibalut rasa kecewa. Memang Gontor
tak butuh kita, tapi kita yang butuh Gontor.
Saat aku bangun,
kata-kata tersebut terus terngiang dalam otakku. Buyar sudah pikiran tentang
IELTS, Singapura, IISIP, atau apalah itu. Aku langsung saja melesat ke kantor
panitia. Aku masih menyisakan amanat yang belum selesai di sana. Entah itu
keyakinan atau petunjuk, esoknya aku tak ragu untuk menelepon Ayah yang ada di
seberang Sumatra sana. Beliau mencoba mengartikan, bahwasanya kekuatan Islam
memang sedang ingin dihancurkan. Tugas kita sebagai muslim untuk selalu membela
Islam. Mumpung masih ada di dalam Gontor, perdalam sebaik mungkin. Sehingga
saat keluar benar-benar menjadi manusia yang utuh sepenuhnya. Mempelajar Islam
tidak usah tanggung-tanggung.
Aku tak berani
berkomentar, terlebih aku pernah memposting sebelumnya tentang kelanjutan
ceritaku di Gontor. Semua baik atau buruk itu pasti ada dimanapun. Entah
kembali nyantri dengan kuliah gaya Gontor ataupun kuliah di luar yang memang
banyak tantangan. Melanjutkan perjuangan di dalam pondok pun bukan berarti tak
banyak tantangan. Lebih. Untuk dapat menjaga hati sebaik mungkin. Tugas
mengajar juga bukan hanya transfer ilmu yang seperti aku pikirkan dulu, lebih
dari itu.