Pramuka?
Siapa pula yang tak suka dengannya?
Hanya orang-orang bermental teri yang membenci pramuka. Terlebh pramuka di
Gontor yang memiliki segudang aktivitas. Terpilih sebagai kontingen LPGT/Pi
gudep ternyata makin menumbuhkan kecintaan terhadap pramuka.
Scout is joly game!
Aku kelas tiga. Banyak jalan yang
terbuka untuk mengasah apa yang sudah kuterima dalam pramuka. Salah satunya
duta gudep. Semalam suntuk aku belajar menguasai segala materi dan praktek yang
ada dalam pramuka. Seleksi dimulai, aku masuk ke gelombang selanjutnya. Lima
besar di tiap gudep. Alhamdulillah.
Bersamaku dalam lima besar, sebut
saja Kia, teman satu rayonku. Awal mula kami bersaing sehat dan belajar
bersama, diskusi tentang pramuka dan gudep. Hingga bayangan kekalahan
membayangi kakak bindep. Mau tak mau terdorong untuk mendukung salah seorang
dari kami berimingkan kemenangan. Fakta dari ini masih belum pasti. Yang jelas,
cukup membuat hatiku hancur dan kecewa. Terpikir untuk mengundurkan diri dan
mempersilakan Kia untuk tetap berjuang membawa nama rayon. Namun berkat support
darinya, aku dapat bangkit dari keterpurukan ini dengan janji berusaha
semaksimal mungkin.
Hari H tiba. Usaha dan doa yang
maksimal sudah terlaksana. Apakah terbayar? Belum. Kami berdua tak lolos. Derai
air mata teringat betapa kerasnya usaha dan malam-malam bersama buku panduan
pramuka, RPUL, dan setumpuk buku-buku lain. Mungkin juga Allah masih memiliki
rencana lain untuk membayar semua usaha dan doaku. Yang bisa kulakukan hanya
satu. Mengikhlaskan semuanya.
Tahun pun berganti. Kelas empat.
Beragam kegiatan dan pengalaman tersedia menggoda. Saat itu pula keinginan
membayar atas kekalahan tahun lalu serta perwujudan atas kemajuan pramuka
semakin menjadi. Edwan Kerja Koordinator (DKK). Mungkin inilah salah satu
jalan. Kuharap memang ini jawaban tertunda dari doa dan usahaku dulu saat duta
gudep. Diantara sekian banyak peminat, Alhamdulillah aku lolos menjadi salah
seorang keluarga tunas. DKK.
Duta Nisaiyah, tak pernah tersirat dalam benakku sebelumnya. Mustahil rasanya bersaing dengan
orang-orang hebat di zona rayonku. Namun inilah kehendak Tuhan yang
lain dengan meloloskan
diriku sampai maju di atas panggung. Meski tak ada dukungan dari pengurus
rayon, tapi teman-teman satu angkatan selalu setia mendukungku. Hanya
itulah kekuatanku kala itu. Tiada yang kuharap selain doa orang-orang sekitarku
dan restu orang tua.
Waktu terus berlalu hingga hari
dimana acara itu terselenggara tiba. Sedangkan gaun dan sepatu tak ada
dikarenakan postur tubuhku yang tinggi. Ingin rasanya kuteriakkan
sekencang-kencangnya atas semua ini. Tak ada sandaran tempatku bercerita selain
keluarga Tunas tempatku bernaung. Pagi itu tak akan pernah terlupa sampai
kapanpun. Dimana hatiku bergejolak tak karuan. Semua harapan untuk menjadi yang
terbaik dan materi yang telah kupelajari menguap, seakan tak pernah kuhapalkan
apalagi kubaca. Terhapus oleh air mata yang mengalir melalui pipiku yang telah
terpoles bedak.
Gaun krem dan sepatu hak tinggi hitam
yang diberikan oleh koordinator menemaniku untuk maju ke panggung. Sedih
memang. Aku merasa menjadi anak yang terbuang sia-sia kala itu. Pengurus tiada
yang datang menyaksikan. Teman pun demikian, karena banyaknya acara pada hari
itu. Yang tersisa hanyalah doa. Dengan mata sembap dan hati yang tak karuan
kulaui acara itu hingga akhir.
Kejuaraaan pu diumumkan tanpa ada lagi harapan akan menang.
Karena kutahu jawaban yang kulontarkan dari tadi tidaklah memuaskan bagi dewan
juri. Mata terpejam dan air mata kembali meleleh saat pengumuman. Juara satu
dan dua telah diumumkan. Betapa terkejutnya aku setelah mengetahui bahwa
dirikulah yang mendapat juara tiga dalam acara ini. Puji dan syukur kupanjatkan
padanya. Mustahil rasanya mendapatkan ini semua. Sorak sorai keluarga Tunas dan
FARES bersenandung di telingaku. Karena saat itu FARESlah pemilik tunggal
kejuaraan tersebut. Inilah yang selalu menjadi motivasi yang kupegang. Bahwa
jika satu pintu tertutup, maka sesungguhnya banyak jendela yang sebenarnya masih
terbuka lebar. If God closed the door, He will opens the
windows.
(By. Intan Larasati)