21
Januari 2015
Kamar
– 01.47 AM waktu setempat
Untuk
pertama kalinya kami belajar di luar!!!
Tak tanggung-tanggung,
ustadz Ihsan Qasim mengajak kami belajar di Istanbul Asia. Aku baru sadar ternyata
selama ini sudah di Eropa. Dari markas kami berjalan sedikit hingga stasiun
kereta bawah tanah, kemudian disambung ke stasiun Marmara yang ternyata adalah
stasiun kereta bawah laut. Istanbul Asia dan Eropa terpisahan oleh selat
Bosporus yang biasanya ditempuh dengan kapal (dan akan menjadi alternatif
pulang kami). Namun kini ada kereta bawah laut yang baru didirikan tahun 2013
lalu. jarak yang ditempuh menjadi lebih mudah dan cepat.
Ustadz
Ihsan sudah menunggu kami di sebuah restoran bersama beberapa thullab an-Nur. Salah
satunya adalah murid langsung Said Nursi yang masih hidup. Banyak hal yang bisa
aku ambil dari ustadz Ihsan. Umurnya sudah 70 tahun ke atas, tapi daya ingat,
baca dan bicaranya masih sangat baik. Terlebih ia tak gaptek seperti kebanyakan
tetua yang lain. Usut punya usut ternyata ustadz Ihsan menempuh jarak seperti
yang kami tempuh tiap paginya.
Judul
kami hari itu adalah salah satu motto pondok. hingga tak asing lagi di telinga,
keikhlasan. Dulu salah seorang guruku menjelaskan bahwa ikhlas berarti tidak
memikirkan lagi apa yang sudah diberi. Tak peduli orang melihat atau akan
memberi kembali yang penting kita mengerjakan hal tersebut untuk Allah. Ustadz Ihsan
Qasim menambahkan bahwa ikhlas berarti mengerjakan sesuatu dengan hak amalan
tersebut. Kita memberi dengan muka bersungut tidak bisa dikatakan ikhlas. Merapikan
meja tak beres maka belum ikhlas. Ia sendiri datang dari Asia ke Eropa untuk
mengajar tanpa mengharapkan apapun selain ibadah dan berbagi ilmu. Pada titik
ini aku sempat menangis. Sudahkah aku ikhlas dalam ibadah, , mengabdi, beramal,
belajar dan mengajar?
Banyak
sebenarnya contoh nyata yang bisa aku lihat dari guru-guru dan senior. Bahkan aku
pun turut belajar dari junior. Enak sekali beramal di Gontor. Melakukan semua
hal tanpa hitungan materi. Sayang sekali bila pekerjaan mulia bin berpahala
harus dinilai. Karena semua hal yang tidak bisa dihitung itu nilainya sangat
mahal menurut Kyai Hasan. Maka jangan dirusak dengan sesuatu yang murah. Tak perlulah
orang berpendapat apa. Asalkan itu ibadah dan lillah maka semua beres.
Seperti
muthola’ah kelas enam dulu. Ikhlas adalah ruh dan amal adalah jasad. Bila amalan
tanpa ikhlas maka ia selayaknya jasad tanpa ruh alias mayat.
Uusiikum
wa iyyaya nafsii bitaqwallah.