25
Januari 2015
Ruang
tengah – 10.00 waktu setempat
Kini
perjalanan panjang bin melelahkan yang sudah terbayang benar-benar terlaksana. Baru
saja kemarin lalu yang berefek pada kelinglungan sesaat sesampainya kami di
foundation. Bursa dan Iznik adalah tujuan kami yang harus ditempuh melalui
jalanan panjang, jembatan penghubung Asia-Eropa dan masih harus menyebrang
menggunakan feri untuk sampai ke tempat tujuan.
Iznik
adalah sebuah kota kecil di belahan Asia Turki. Meski perjalanan melelahkan,
namun agar menjadi mahasiswi Ushuluddin yang maksimal, rasa itu hanya ada saat
kembali yang sungguh sangat terbayar.
Sebenarnya
ia hanya sebuah bangunan kecil, tapi pengaruhnya bagi sejarah manusia sangatlah
besar. Konsili Nicea ketujuh yang menentukan trinitas umat Kristiani
dilaksanakan di Aya Sophia Iznik (yang kini menjadi masjid). Sedari awal gedung
ini adalah gereja, namun saat kekuasaan Utsmani ia dipindah alihkan. Namun tetap
dijaga keasliannya. Pada masa itu ia turut terkena imbas bakar peperangan. Baru
pada tahun 2010 ia dirawat menjadi museum kemudian masjid (meski dengan space
kecil). Untuk mencapai gedung ini bisa melalui empat pintu. Kalau kata mbak
Aisya Ayu, dipilihnya gereja ini karena bagian depan ditutupi danau dan
belakang ditutupi gunung. Agar pendeta peserta konsili tidak dapat kabur. Untuk
selengkapnya bisa digoogling.
Yang
masih menjadi pertanyaanku hingga saat ini adalah keadaan bangunan tersebut. Terjaga
tapi terlihat sangat tua. Bila Aya Sophia di Istanbul pada awal mulanya menjadi
masjid sisa-sisa gereja dihapus, tapi tidak untuk Aya Sophia yang satu ini. Saat
pindah kepemilikan ia masih belum manjadi masjid. Aaah... sepertinya
pengetahuanku masih sedikit.
Beberapa
kebenaran tentang konsili ini mengingatkanku dengan kabar politik Indonesia. Tak
ingin banyak komentar. Kekuasaan selalu menang, namun kebenaran harus tetap
berada di posisinya yang sebenarnya.