Jilbab Putih
Kemarin lalu saya terlibat dalam suatu obrolan
mengenai nafsu manusia dengan beberapa teman dan junior di kamar. Sebelumnya
kami membahas tentang santri yang kini menjadi begitu konsumtif dengan
kehidupan di luar yang tak lagi sama dengan apa yang kami rasakan dulu. Bahasan
selanjutnya tidak akan saya tulis secara detail. Namun kesimpulan yang dapat
kami ambil adalah Gontor masih mengerem kita dengan sikap sederhana.
Sebagaimanapun orang lain mengatakan kemegahan dan kebesaran Gontor, tapi
Gontor masih menyederhanakan diri. Menjaga setiap individunya untuk tidak
bersikap berlebihan meskipun bisa. Jilbab putih salah satunya.
Di Gontor Putri setiap santri bahkan guru
harus memakai jilbab dengan warna yang serupa. Putih. Yang membedakan jilbab
satu dan lainnya hanyalah bentuk renda dan bordir. Bila sedang jam sekolah maka
jilbab seragam tanpa bordir yang dipakai. Kami tak pernah menyadarinya sebelum
obrolan ini muncul. Bagi kami jilbab putih adalah simbol santri. Bila tidak,
bisa jadi akan ada yang berlomba-lomba mengenakan jilbab dengan bahan yang
lebih baik, warna yang mencolok, harga yang lebih mahal. Obrolan kemudian
terhenti karena kami harus segera bersiap mengajar.
Saya kemudian merapikan bentuk jilbab yang
saya pakai. Di hadapan cermin saya berpikir sejenak. Ternyata jilbab putih ini
adalah salah satu rem Gontor agar tidak ada yang merasa lebih baik dari orang
lain. Semua orang sama. Ini baru dari segi pakaian. Manusia dengan segala macam
sifatnya terkadang memiliki rasa untuk dapat lebih unggul dari yang lain. Lebih
kaya, lebih pintar, lebih hebat, lebih berpengaruh, dan segala
kelebihan-kelebihan lainnya. Beberapa ada yang mendapatkan dengan cara yang
baik, beberapa tidak. Beberapa memang memiliki kelebihan tanpa ditunjukkan atau
sekedarnya, beberapa tidak. Padahal apalah kita di hadapan Allah.
Salah satu bahasan fathul kutub kelas lima
lalu saya membahas mengenai riya’ yang menjadi bagian dari syirik kecil.
Riya’ pada hal yang kadang kali tidak kita sadari. Mengaji agar orang
menilai kita qori’. Sholat agar orang menilai kita ahlul ibadah. Na’udzubillah.
Siapa yang tahu kalau rupanya dari sepersekian persen dalam diri kita memiliki
perasaan tersebut. Maka kita dianjurkan untuk berdoa, Allahumma inni
a’udzubika min al-takabbur wa al-riya’.
Bila jilbab putih itu menjadi rem tersirat
agar menjadi orang yang secara sederhana dalam berpakaian, semoga masih ada
jilbab-jilbab putih lainnya yang menyederhanakan sikap, niat dan pikiran kita.
Sehingga dengan rem di bawah alam sadar pun tak pernah terlintas rasa membanggakan
diri dengan riya’. Apalah manusia hina ini.
Selasa, 21 Maret 2017
19.38
Kantor Pusat Data
Comments
Post a comment